Kamis, 15 Februari 2018

NASKAH DRAMA 1

“Malin Kundang” Dahulu kala, di sebuah tempat hiduplah seorang wanita tua dengan anaknya yang bernama Malin. Mereka hidup menderita dan bergantung pada hasil laut. Ibu: Malin, datang ke sini, Nak.. Bantu Ibu membawakan kayu bakar ini. Malin: Iya Bu, tunggu sebentar. Malin: Sampai kapan ya, Bu penderitaan kita akan seperti ini? Ibu: Tidak tahu lah, Nak. Ibu juga bingung sampai kapan penderitaan kita berakhir. Malin: Bu, aku punya ide. Bagaimana kalau aku pergi merantau untuk mengubah nasib? Siapa tahu aku akan menjadi orang kaya. Ibu: Ibu pikir itu bukan ide yang baik, Nak. Jika kamu merantau, siapa yang akan menjaga Ibu di sini? Malin: Tapi, Bu, kalau aku tidak merantau untuk mengubah nasib dan peruntungan, bagaimana, Bu? kita akan seperti ini terus. Ibu: baiklah, Nak jika itu keinginanmu. Tapi berjanjilah pada Ibu jika kamu pulang nanti, kamu harus menjadi orang yang sukses dan jangan lupa kembali ke kampung halamanmu di sini. Malin: Iya, Bu jangan khawatir. Aku akan menitipkan Ibu pada Laras. Malin pergi ke rumah Laras untuk memintanya menjaga Ibunya, hingga ia kembali dari perantauan membawa uang yang banyak. Laras merupakan sahabat Malin, yang selalu kemana-mana suka maupun duka. Malin: Assalamu’alaikum Laras: Wa’alaikumsallam. Ada apa Malin? Malin: Begini, besok aku akan pergi merantau. Laras: Apa? Jika kau pergi merantau, terus siapa yang akan menjaga Ibumu di sini? Malin: Maka dari itu aku datang ke sini untuk menitipkan Ibu kepadamu. Laras: Baiklah kalau begitu. Ingat pesanku, jangan lupakan kami yang ada di sini. Keesokan harinya, Ibu Malin mengantarkan anaknya ke pelabuhan. Ibu: Jaga dirimu baik-baik, Nak. Cepatlah pulang setelah engkau sukses dirantau. Malin: Iya, Bu. Do’akan Malin supaya cepat sukses Malin: Laras, jaga Ibuku baik-baik ya selama aku diperantauan? Laras: jangan khawatirkan soal itu Malin. Saya akan berjanji menjaga Ibumu dengan sepenuh jiwa raga saya. Jaga dirimu baik-baik. Laras & Ibu: Selamat jalan Malin Malin: Selamat jalan, Bu Ibu: Selamat jalan anakku Malin: Ya Allah, semoga aku sukses diperantauan sana. Aamiin. Akhirnya, Malin memulai peruntungannya di perantauan. Ia pergi berlayar dengan saudagar kaya. Di kapal, Kapten memberinya pekerjaan sebagai kru. Kapten memiliki putri semata wayang, yang telah menjadi seorang anak gadis cantik. Nama anak gadis Kapten adalah Ningrum. Ketika Malin melihatnya, ia jatuh hati. Hal ini memberikan semangat kepada Malin untuk bekerja lebih giat lagi. Ningrum: Malin, apakah kau melihat ayahku? Malin: Sepertinya Ayahmu di dapur. Coba saja lihat di sana. Ningrum: Baiklah saya akan ke dapaur untuk menemuinya. Malin: Apa perlu saya antar? Sementara itu, di kampung halaman Malin, Ibu Malin sangat gelisah. Ia resah bagaimana Malin menjalani kehidupannya di perantauan. Apakah Malin sehat? Apakah Malin bisa menjaga dirinya baik-baik? Semua pertanyaan-pertanyaan khas orang tua yang khawatir akan anaknya menggelayut menjadi beban pikiran Ibu Malin. Sementara itu, ia juga khawatir Malin tidak pulang kembali ke kampung halamannya, dan melupakan dirinya. Ibu: Laras, Ibu kangen sekali dengan Malin. Apakah ia akan kembali? Apakah ia baik-baik saja? Laras: Jangan takut, Bu Malin akan pulang. Sementara ini, biarkan aku yang menjaga Ibu. Ibu: Ia, terima kasih Laras. Entah bagaimana nasib Ibu jika tanpa bantuanmu. Laras: Jangan terlalu dipikirkan, Bu Ibu: Terima kasih ya Laras Keesokan harinya, Malin serta istrinya berlayar ke Pulau Dua Angsa. Dalam perjalanannya, mereka singgah ke kampung halaman Malin, untuk mengisi berbagai perbekalan. Tapi, Malin tidak menemui Ibunya seperti yang telah dijanjikan. Ia hanya berjalan-jalan di sekitar dermaga saja. Ketika itu, Laras sahabat Malin melihatnya. Malin: Sayang, apa yang sedang kamu pikirkan? Ningrum: Malin suamiku, kita sudah menikah, bagaimana kalau kita berbulan madu? Malin: Sepertinya ide bagus. Bagaimana kalau kita berbulan madu ke pulau dua angsa? Ningrum: Wah itu pulau yang bagus. Baiklah kita akan ke sana. Akhirnya mereka berdua di dampingi seorang nahkoda sampailah di pulau dua angsa dimana tempat ini adalah tempat kelahiran malin kundang. Laras: Malin? apakah itu Malin? sepertinya itu Malin. Saya harus mengatakan ini kepada Ibunya. Laras: Ibu.. Ibu .. Ibu ... Ibu: Iya, ada apa Laras? Laras: Ibu, Malin pulang. Dia sudah menjadi orang yang sangat kaya raya. Ibu: Apakah kau yakin benar itu Malin? Laras: Iya aku yakin benar itu Malin. Saya tidak lupa dengan wajahnya. Ibu: Jika benar itu Malin, ayo temani Ibu ke sana? Ibu: Malin ... Malin anakku ... Ningrum: Siapa wanita tua itu suamiku? Ibu: Apakah benar dia isrimu? Dia sungguh wanita yang sangat cantik. Ningrum: Ih, jangan sentuh aku! Malin: Jangan kau sentuh dia! Kau bisa mengotorinya! Ibu: Saya Ibumu Malin ... Saya Ibumu ... Ningrum: Pergi sana kamu wanita tua! Laras: Malin, lupakah kamu terhadap Ibumu? lupakah saya sebagai sahabatmu? Ini Ibumu Malin ... Ibumu! Malin: Saya tidak mengenal kalian! Laras: Jahat kamu Malin! Ibu: Malin ... jahat kamu, Nak! Ku kutuk kau menjadi BATU! Malin: Ampun Ibu ... Ampun ... Ampun Ibu ... Ampun ...

Senin, 05 Februari 2018

NASKAH DRAMA 4

“Lutung Kasarung” Dahulu kala, terdapat seorang Raja yang adil dan bijaksana. Ia dikenal dengan Prabu Tapa Agung. Prabu Tapa Agung memiliki dua orang putri nan cantik parasnya, yaitu Purba Lara dan Purba Sari si bungsu. Suatu ketika, sang Raja merasa gundah gelisah memikirkan siapa pewaris tahta yang tepat untuk menggantikannya di singgahsana tersebut. Raja Tapa Agung: Wahai putri-putriku dan seluruh penghuni kerajaan, kemarilah! Putra-putri: Hormat kami Ayahanda. Raja Tapa Agung: Bangunlah. Ada berita penting yang akan Ayahanda sampaikan. Hari ini telah Ayahanda tetapkan bahwa yang akan mewarisi tahta kerajaan adalah putri ku Purba Sari. Purba Sari: Mohon ampun Ayahanda. Bukankah sebaiknya yang menjadi Ratu dan mewarisi tahta kerajaan ini adalah Ayunda Purba Lara? Sebab dia lebih pantas dibanding Adinda. Indra Jaya: Mohon ampun Prabu. Benar yang dikatakan Purba Sari. Purba Laralah yang lebih pantas menjadi Ratu di kerajaan ini. Raja Tapa Agung: Tidak! Ini adalah sabda seorang Raja yang tak seorang pun bisa menolaknya. Purba Lara: Ini benar-benar tidak adil!! Aku adalah putri tertua di kerajaan ini, dan kau!! Kau adalah sosok yang baru mengenal dunia ini. Kau tak pantas menjadi penerus tahta kerajaan ini Purba Sari! Purba Sari: Ampuni aku Ayunda. Aku hanya mencoba menjalankan perintah Ayahanda. Indra Jaya: Ratu Purba Sari yang terhormat. Kau pikir, kau akan berbangga hati setelah mendapatkan tahta kerajaan ini? Aku tidak akan tinggal diam melihat kau bersandar di tahta istimewa itu! Purba Sari: Bagaimana aku bisa tidak bahagia kakang Indra Jaya? Purba Lara: Oh, kau berani juga dengan kami! Ingat Purba Sari, aku dan tunanganku Indrajaya tidak akan segan-segan untuk menghancurkan mas-masa indahmu! Purba Lara: Oh, jadi kau masih tidak merasa bersalah dengan ... Tiba-tiba sang Raja masuk ke ruangan. Indra Jaya: Adinda Purba Sari kau baik-baik sajakan? Lain kali kau harus berhati-hati berjalan di lantai kerajaan yang licin ini. Purba Lara: Adinda, jika kau terluka, akan ku antar kau untuk berobat ke tabib terdekat. Purba Lara: Aku takkan biarkan ini semua terjadi! Tidak ada yang lebih pantas untuk menjadi Ratu di kerajaan ini kecuali aku, Purba Lara. Indra Jaya: Kau tenang saja Adinda. Jangan panggil aku Indra Jaya, jika aku tidak bisa menaklukkan kerajaan ini! Ikutlah denganku. Indra Jaya: Hei, you what’s up, Nyi? Indra Jaya and Purba Lara in the house. Dukun: Ngomong apo? Siapa kalian? Ada urusan apa kalian datang kemari? Indra Jaya: Saya Indra Jaya dan ini Dinda Purba Lara. Kami datang ke sini untuk, anu Nyi ... Dukun: Tenanglah. Saya sudah tahu maksud kalian. Purba Sari: Wah hebat sekali Nyi dukun ini. Belum dikasih tahu sudah bisa paham maksud kamu Dukun: Itu sudah biasa. Sudah pekerjaan saya. Kalian ke sini pasti mau anukan? Nah masalahnya, anu itu apa? Purba Lara: Kirain Nyi dukun sudah tahu tujuan kami. Begini, Nyi, saya ingin mencelakakan adik saya Purba Sari. Dukun: Itu soal yang gampil Indra Jaya: Baiklah kalau begitu. Tidak usah kau basa-basi. Dukun: Woles bro! (membaca mantera) Dukun: Bersiaplah! Karena sebentar lagi, kebahagiaan akan mendatangimu. Indra Jaya: Terima kasih atas bantuanmu Nyi dukun. Ini ada sedikit upah untukmu. Purba Sari: Oh dewata, apa salahku? Mengapa wajahku buruk rupa seperti ini? Kapankah penderitaan ini akan berakhir? Segala permohonanku telah ku serahkan kepadamu. Oh dewata yang agung.. apakah penyakitku ini tidak akan sembuh? Dan apakah selamanya aku akan tinggal di hutan ini? Tolong ... tolong ... tolong aku ... Lutung Kasarung: Kau, kau baik-baik saja cantik? Purba Sari: Ah ternyata kau bisa berbicara? Lutung Kasarung: Iya tuan putri Purba Sari: Terima kasih kau telah baik kepadaku Lutung Kasarung: Tuang Putri, kenapa kau tampak bersedih? Purba Sari: Aku diusir dari kerajaan karena penyakitku yang tak urung sembuh ini, sehingga penobatanku sebagai seorang Ratu pun gagal. Kini aku tak tahu harus bagaimaan. Lutung Kasarung: Aaaa ... kau tenang saja tuan putri. Aku punya ide yang bagus untukmu Peruba Sari: Benarkah perkataanmu? Lutung Kasarung: Iya tuan Putri. Ayo ikutlah denganku. Lalu mereka berdua bergegas pergi ke sebuah sungai. Di sanalah keajaiban itu terjadi. Wujud Purba Sari kembali cantik jelita. Keakraban mereka pun tak dapat terelakkan. Namun semua itu berubah ketika mereka bermain petak umpet. Purba Sari terkejut ada sosok pangeran nan tampan tepat di depan matanya. Pangeran: Tuan Putri, kau mau kemana? Purba Sari: Siapa kau? Aku sama sekali tidak mengenalmu. Pangeran: Aku Sanghyang Guruminda aku adalah sosok Lutung yang telah lama kau kenal. Purba Sari: Ini tidak mungkin! Jangan kau membodohiku Pangeran: Tidak tuan Putri. Aku menjelma menjadi seekor kera untuk mencari pendamping hidup yang dapat dengan tulus menerimaku. Purba Sari: Baiklah aku percaya akan ucapanmu. Kalau begitu mari kita bergegas ke kerajaan. Tak sabar rasanya ingin berjumpa dengan Ayahanda dan Saudara-saudaraku. Setelah itu, mereka bergegas pergi ke kerajaan. Di sinilah satu persatu rahasia lainnya mulai terungkap. Raja Tapa Agung: Putriku. Ternyata kau telah kembali ke kerajaan ini. Sungguh begitu besar rasa rindu Ayahanda kepadamu. Bagaimanakah keadaanmu? Purba Sari: Hormat kami Ayahanda. Tak ada satu malapetaka pun yang Ananda alami. Ajudan: Maaf menggangu Prabu. Ada berita penting yang ingin kami sampaikan. Ternyata yang membuat wajah putri Purba Sari menjadi buruk rupa adalah putri Purba Lara dan Prabu Indra Jaya. Purba Lara: Ampuni aku Ayahanda. Aku melakukan semua ini karena aku merasa iri dengan semua yang telah didapat Adinda putri Purba Sari. Raja Tapa Agung: Memintalah ampun kepada Purba Sari! Karena ialah yang telah engkau sakiti. Purba Lara: Adinda, Ayunda minta maaf. Ayunda merada sangat bersalah dengan kejadian ini. Indra Jaya: Benar Purba Sari. Tolong maafkan kami Purba Sari: Sudahlah Ayunda dan Kakang Indra Jaya tidak usah merasa bersalah akan kejadian ini. Tentu Adinda telah memaafkan keduanya. Lebih baik kini kita sama-sama menjalankan amanat dari Ayahanda untuk menjaga kerajaan ini. Purba Sari: Ayahanda, kini Ananda telah menemukan sosok pangeran yang telah lama Ananda cari. Pangeran: Hormat saya Prabu. Izinkan daku meminang putrimu yang telah menawan hatiku Prabu. Raja Tapa Agung: baiklah. Telah kuberikan restu sepenuhnya untukmu. Dan kau Purba Sari, kau benar-benar putri berjiwa besar. Elok parasmu bagaikan dewi surga. Kelembutan hatimu bagaikan bintang yang bersinar terang di surga. Kini, bersiaplah untuk penobatanmu sebagai seorang ratu.

NASKAH DRAMA 3

“Hang Tuah” Disuatu pagi, Hang Mahmud menceritakan bahwa ia bermimpi bulan turun dari langit. Cahaya penuh di atas kepala Hang Tuah. Hang Mahmud pun terbangun dan mengangkat anaknya serta menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau seperti wangi-wangian. Siang harinya, Hang Mahmud pun menceritakan mimpinya kepada istri. Setelah mendengar hal itu, Dang Merdu langsung memandikan dan melulurkan anaknya. Dang Merdu: Kanda, kenapa Kanda bermuram durja? Ceritakanlah kepada Dinda masalah yang menimpa Kanda? Nampaknya ada hal yang mempengaruhi Kanda. Hang Mahmud: Dinda, tadi malam Kanda bermimpi bahwa bulan itu turun dari langit dan cahayanya penuh di atas kepala anak kita. Seperti bulan itu jatuh. Ya seperti bulan itu jatuh kepada anak kita, Hang Tuah. Setelah Kanda terbangun, Kanda mengangkat tubuh Hang Tuah dan terasa sangat wangi. Menurut Dinda pertanda apakah itu? Dinda: Apakah iu benar, Kanda? Kanda janganlah bingung dengan kejadian itu. Itu berarti anak kita Hang Tuah akan mendapatkan berkah dari yang Maha Kuasa. Nanti mari bantu Dinda memandikan dan meluluri anak kita? Hang Mahmud: Apakah tu benar, Dinda? Ya sudah nanti kita lakukan. Beberapa tahun kemudian, Hang Tuah tumbuh menjadi anak yang cerdas, tangkas, dan lihai bela diri. Dia memiliki sahabat yang bernama Hang Jebat yang sudah dia anggap sebagai saudara kandungnya sendiri. Di dermaga, mereka sedang menceritakan cita-cita mereka dan saling berbalas pantun. Hang Tuah: Jebat, suatu hari nanti kita pasti bisa menjadi dua orang panglima yang akan menguasai lautan ini. Hang Jebat: Aku harap begitu, Tuah Hang Tuah: Kita pergi ke Malaysia. Hendaklah singgah ke Kuala Lumpur. Jika kita kelak dewasa. Laut bergejolak kita yang ngatur. Hang Jebat: Jika sungguh di Kuala Lumpur. Belilah gadah yang berikat. Langit gemuruh alam pun hancur. Tiada kita Tuah dan Jebat. Hang Tuah: Jebat, kau harus setia bersamaku, kau tidak boleh mengkhianati. Tak kan Melayu hilang dari Bumi. Hang Jebat: Baiklah Tuah, aku akan selalu bersamamu. Setelah mereka bercakap-cakap di dermaga. Mereka pun ke pasar untuk melihat-lihat. Ternyata di pasar ada Sultan Mahmud, Datuk Bendahara, dan istri Sultan tengah berbelanja. Hang Tuah dan Hang Jebat pun menghampiri. Tetapi didului oleh Taming Sari dan perompak yang bermaksud ingin melukai Sultan. Istri Sultan: Aku ingin membeli perhiasan baru. Perhiasanku di rumah sudah usang. Bolehkah, Kanda? Datuk Bendahara: Maaf tuan putri, tetapi saya tidak membawa banyak uang Sultan Mahmud: Diam bendahara! Dinda, apapun akan ku berikan untukmu, Dinda. Apa yang kau mau, akan ku beri. Apa yang kau pinta, akan ku penuhi. Pilihlah sesuka hatimu. Istri Sultan: Terima kasih, Kanda. Taming Sari 1: Hai Sultan! Turunlah kau dari tahta itu! Kau sudah tidak pantas lagi di situ! Jika tidak, aku akan melukaimu. Taming Sari 2: Betul itu. Jika kau masih mau hidup, turuti perintah kami! Hang Tuah: Hei, jangan sekalipun kau melukai Raja kami! Taming Sari 1 & 2: Jangan halangi kami anak ingusan! Hang Jebat: Kalian ingin ada pertumpahan darah? Mari kita lakukan! Setelah kejadian itu, Hang Tuah dan Hang Jebat pun dipanggil ke Istana untuk diberi penghargaan, tetapi Hang Tuah dan Hang Jebat menolak dan tiba-tiba dua orang jahat itu kembali datang mengacau. Istri Sultan: Jadi orang kampung itu yang menyelamatkan kita? Tak pantas! Sultan Mahmud: Diam istriku! Dia adalah orang baik. Mereka telah menyelamatkan nyawaku. Jika tak ada mereka, mungkin sudah mati ditangan pengacau itu. Maafkan istriku. Hang Tuah: Apa Yang Mulia? Sultan Mahmud: Baiklah. Kau telah menyelamatkanku. Apapun yang kau inginkan akanku beri. Pergilah kau ke pasar dan belilah barang-barang yang kau butuhkan, akan ditemani Datuk Bendahara. Datuk Bendahara: Baik Yang Mulia. Kali ini aku membawa uang banyak. Belanjalah semaumu. Hang Tuah: Maaf Yang Mulia, tetapi saya melakukannya dengan ikhlas. Saya tidak mengharapkan apa pun. Hang Jebat: Kami lancang Yang Mulia Istri Sultan: Jangan munafik kalian berdua. Taming Sari 1: Urusan kita belum selesai! Taming Sari 2: Janganlah halangi niat kami lagi. Jika tidak, kami tidak akan segan-segan memancung kalian! Hang Tuah: Oh tidak bisa, jangan menyesal jika fakta itu membalik Hang Jebat: Itu benar! Taming Sari 1 & 2: Kami ini panglima perampok sejati Hang Tuah: Tidak takut kepadamu! Maka terjadilah perkelahian di dalam istana. Banyak orang yang mati tetapi Sultan kembali selamat. Taming Sari yang kebal oleh keris itu pun berhasil dibunuh oleh Hang Tuah dan Hang Tuah mendapatkan keris kebal itu. Tetapi malang bagi Hang Jebat. Dia tidak berhasil membunuh perompak. Perompak itu lebih lihai. Hang Tuah dan Hang Jebat pun diangkat menjadi panglima perang. Sultan Mahmud : Aku tidak bisa berkata-kata lagi, kalian adalah pelindung jiwaku. Aku angkat kalian jadi panglima. Hang Tuah : Aku akan mengundang jabatan ini dengan baik. Hang Jebat : Maaf yang Mulia, Aku tidak bisa menerima jabatan itu, lebih baik Hang Tuah saja yang menerimanya Hang Tuah : Baik yang Mulia, tapi kenapa kau Jebat? Hang Jebat : Aku tidak apa-apa Tuah, pergilah. Maka pergilah Hang Tuah ke Pahang dan bertemu Melor yang merupak selir Sultan. Hang Tuah menceritakan niatnya kepada Melor bahwa dia ingin mencari Tun Teja yang diperintahkan oleh Sultan. Tetapi Sultan melihatnya dan salah memahami. Hang Tuah :Melor, akhirnya kita bertemu disini. Kedatanganku disini untuk mencari Tun Teja. Apakah kau tahu dimana dia? kaukan sudah lama di Pahang ini? Melor : Benar Tuah. Dulu aku sering berjumpa dengannya, tetapi aku sekarang sudah jarang melihatnya. Mungkin dia sekarang berada di kampung Durian Runtuh. Hang Tuah : Baiklah. Terima kasih Melor. Aku akan kesana. Sultan Mahmud : Hangtuah!! Aku perintahkan kau kesini untuk mencari Tun Teja!! Bukan menyelingkuhi istriku!! Sekarang kau kutangkap dan kuhukum untuk dipancung ! Melor : Tenang kanda. Itu semua tidak benar. Tuah hanya bertanya kepadaku mengenai Tun Teja. Hang Tuah : Benar yang Mulia. Sultan Mhmud : Aku sudah tidak percaya kepada kalian berdua. Datuk, tangkap Hang Tuah!! Datuk Bendahara : Yang Mulia, Aku telah membunuh Hang Tuah itu. Sultan Mahmud : Baiklah kalau begitu, gajimu akan kunaikkan. Hang Jebat : Kau Sultan yang dzalim! Aku telah mengetahui kebusukanmu. Mana sahabatku? Mana sahabatku Tuah? Kau kemanakan dia? Bedebah ! Sultan Mahmud: Hang Tuah telahku bunuh. Datuk Bendahara: Ayo ikut aku Yang Mulia .. Di sini kau akan aman. Sultan Mahmud: Datuk Bendahara tolong aku! Datuk Bendahara: Maaf Yang Mulia. Sebenarnya aku tidak membunuh Hang Tuah, tetapi aku menyembunyikannya disuatu tempat karena aku tahu dia tidak bersalah. Datuk Bendahara: Tuan ... Tuan.. ini aku. Aku bersama Sultan Hang Tuah: Baiklah, Datuk. Sultan Mahmud: Maafkan aku telah menuduhmu. Di istana, sahabatmu jebat sudah mengamuk. Masalah aku membunuhmu. Ku harap kau bisa menangkapnya! Hang Tuah pun pergi ke istana dan berbicara kepada Hang Jebat, tetapi Hang Jebat sudah kalap mata. Ia sudah seperti dirasuki iblis. Hang Jebat malah menyerang Hang Tuah, tetapi malang bagi Hang Jebat. Dia mati ditangan Hang Tuah sahabatnya sendiri. Hang Tuah: Berhentilah! Kau telah membuat orang mati! Lebih baik kau berhenti! Hang Jebat: Maaf. Aku tidak mengenalmu! Hang Tuah: Jebat, ini aku Tuah sahabatmu. Hang Jebat: Apa? Kau ingin menjadi sahabatku Tuah yang dibunuh Sultan dzalim itu? Hang Tuah: Tidak Jebat, aku tidak dibunuh. Aku hanya diasingkan ke tempat yang terpencil. Hang Jebat: Ah sudahlah! Aku tidak ingin mendengar semua kebohonganmu! Hang Jebat: Ternyata kau memang Hang Tuah ... sahabat karibku ... sahabat terbaikku Hang Tuah: Hang Jebaaaat .... Mereka pun berpisah. Hang Jebat mati dan Hang Tuah kembali diangkat sebagai panglima. Hang Tuah kembali diberi tugas untuk mengawal Sultan dan pada saat mengawal, Hang Tuah diserang perampok yang pernah dijumpainya. Perampok: Sudah lama tidak bertemu, Tuah. Kini kau sudah kehilangan sahabatmu dan kau pasti sudah kehilangan separuh jiwamu. Kini aku kembali datang untuk membalas dendam panglima! Perampok: Maafkan aku Hang Tuah, sekarang tidak ada yang bisa menghalangiku.

NASKAH DRAMA 2

“Bawang Merah & Bawang Putih” Ibu: Bawang Putih ... bawang putih ... B. Putih: Iya, Bu Ibu: Sepertinya penyakit Ibu kambuh lagi. Tolong panggilkan Ayahmu B. Putih: Ayah ... ayah ... Ayah: Iya ada apa? Ibu: Sepertinya penyakitku kambuh lagi. Bawang putih, jika Ibu tiada, jadilah anak yang bersahaja ya? Ayah: Jangan tinggalin kami, Bu Ayah & B. Putih: Bu ... Ibu ... Setelah Ibu Bawang Putih meninggal, Ayahnya pun menikah dengan seorang janda yang memiliki anak yang bernama Bawang Merah. Suatu hari Ayah Bawang Putih hendak pergi keluar kota. Ayah: Bu, Nak, Ayah pergi dulu ya keluar kota .. Mohon do’anya ya? Mama & B. Putih: Iya, Ayah Ayah: Nanti kalian jaga diri baik-baik ya .. Mama: Iya, Ayah juga jaga diri baik-baik ya? Ayah: Iya ... Oh iya, Bawang Merah mana? Mama: Bawang Merah lagi belajar Ayah: Yaudah nanti salamkan aja, gapapa ya? Mama: Iya Ayah: Ayah pamit dulu ya ... Mama: Iya Bawang Putih: Cepat pulang ya Ayah? Ayah: Iya, Assalamu’alaikum Mama: Wa’alaikumsallam Dadaa ... Bawang Merah: Ayah sudah pergi? Mama: Iya sudah pergi, Nak Merah: Oh gitu Mama: Ya sudah ayo kita makan, Nak Merah: Oke Mama: Bawang Putih, kamu cuci piring ya ... Bawang Putih: Iya, Ma Mama: Ayo, Nak ... Setelah itu mereka mendapat kabar Bawang Putih: Ma, ada telepon Mama: Halo ..... apa? Bawang Merah: Kenapa, Ma? Mama: Ayah, Nak Bawang Putih: Ayah kenapa, Ma? Mama: Ayah meninggal dalam perjalanan Bawang Putih: Apa? Semenjak saat itu, kehidupan Bawang Putih pun berubah Mama: Bawang Putih ... Bawang Putih ... Bawang Putih: Iya, Ma Mama: Kemana aja sih dari tadi dipanggilin? Ini tumpah, bersihkan! Merah: Eh, bersihkan ini sekalian ya? Karena kelakuan dari Ibu tiri dan Kakak tirinya, Bawang Putih pun merasa sedih hatinya. Kini ia sebatang kara dan tak ada yang bisa dijadikannya sebagai tempat bersandar semenjak Ayahnya meninggal. Bawang Putih: Duh, panas .. capek lagi.. Berat banget nih. Pada suatu sore, Bawang Putih bertemu dengan seorang pangeran yang tersesat. Pangeran: Numpang tanya, danau disekitar sini dimana ya? Bawang Putih: Oh ada disitu .. Pangeran: Dimana? Bisa diantarkan? Bawang Putih: Bisa Pangeran: Ayo Pangeran: Oh iya, namanya siapa eneng siapa? Bawang Putih: Bawang Putih, Tuan. Pangeran: Oh, tujuannya mau kemana tadi? Kok sendirian saya lihat Bawang Putih: Habis cuci baju Pangeran: Pasti di danau tadi ya? Bawang Putih: Iya Pangeran: Oh hati-hati loh ... Dan kemudian Bawang Putih pun terpana akan ketampanan dari sang Pangeran yang ia temui dan pada akhirnya ia pun jatuh cinta dengannya. Bawang Merah: Ma, itu Bawang Putih datang Mama: Bawang Putih! Sini kamu! Bawang Putih: Iya, Ma Mama: Dari mana aja sih kok lama banget? Bawang Putih: Habis jemur baju Mama: Jemur baju aja kok lama banget sih? Bawang Merah: Itu kamu habis ngambil baju ya dari jemuran? Bawang Putih: Iya Bawang Merah: Mana baju kesukaanku? Bawang Merah: Hah? Apa yang kamu bawa? Mana baju kesukaanku? Mama: Dasar kerja gak becus! Bawang Merah: Mana? Bawang Putih: Loh, tadikan ada disini.. Bawang Merah: Ada apanya? Buktinya aja gak ada! Mama: Mana bajunya Bawang Merah? Bawang Putih: Loh tadi ada disini Bawang Merah: Gak mau tahu ya! Pokoknya kamu harus cari sekarang juga! Cari sana! Hari-hari pahit pun terus berlanjut. Bawang Merah: Bawang Putih ... Bawang Putih ... lama banget sih dipanggil! Bawang Putih .... Bawang Putih: Iya, Kak Bawang Merah: Dari mana aja sih kok lama banget? Bawang Putih: Habis cuci piring Bawang Merah: Cuci piring kok selama itu sih? Nih bantuin dong nyisirin rambut! Bawang Merah: Aduh ... sakit tahu gak sih?! Bisa pelan-pelan gak sih nyisirnya? Bawang Merah: Ma ... Mama Mama: Iya ada apa kok ribut-ribut gini sih? Kamu sudah siap? Kitakan mau jalan.. Bawang Merah: Sudah, Ma tetapi Bawang Putih nyisir rambut aku sampai sakit Mama: Sini! Bawang Putih kamu itu gimana sih nyisirnya? Gitu aja kok gak bisa! Bawang Putih: Aduh sakit ... Mama: Alah alasan! Sana cuci piring! Mama: Ayo kita pergi, Nak Merah: Ayo Bawang Putih pun berlari. Pangeran: Eh Bawang Putih kenapa kamu menangis? Bawang Putih: Susah menceritakannya Pangeran: Ya sudah kita ceritakan di kerajaan saya saja yuk? Bawang Putih pun dibawa sang Pangeran ke Istananya. Pangeran: Oh ya, kamu tadi kenapa kok bisa menangis di tengah jalan dan kepanasan gitu? Bawang Putih: Aku dimarahi Ibu Pangeran: Loh kok bisa dimarahin? Gara-gara apa? Bawang Putih: gara-gara ini ... aku menjatuhkan ini. Pangeran: Kok bisa segitunya ya? Padahal masalahnya cuma segitu Bawang Putih: Dia Ibu tiri Pangeran: Oh ternyata itu Ibu tiri kamu? Bawang Putih: Iya Pangeran: Terus Ayah kamu kemana? Bawang Putih: Ayahku sudah pergi Pangeran: Pergi maksudnya pergi gimana? Bawang Putih: Dia sudah meninggal Pangeran: Aku turut berduka ya atas kepergian Ayahmu itu? Pangeran: Kalau kamu hidup begitu terus menerus, mending kamu ikut saya aja menata hidup yang baru dan lebih sejahteralah pokoknya. Bagaimana? Bawang Putih: Ha? Maksudnya? Pangeran: Ya mending kita menikah. Soalnya aku dari pertama melihatmu, aku suka kamu. Bagaimana? Bawang Putih: Baiklah Setelah itu, sang Pangeran mencari keluarga tiri Bawang Putih dan bersiap untuk memasukkan mereka ke penjara istana. Bawang Putih: Bagaimana pun mereka itu keluarga saya! Pangeran: Oh begitu baiknya hatimu putih ... Pangeran: Pengawal ... bawa dia naik! Pengawal: Heh ... Naik ... Naik ... Naik ... Pangeran: Sebaiknya kalian segera meminta maaflah dengan istri saya dengan tulus dan tidak bermain-main Mama & Bawang Merah: Bawang Putih maaf ya kami sudah jahat padamu dulu? Bawang Putih: Iya tidak ap-apa sudah aku maafkan kok. Pangeran: Sudah cukup! Bawa mereka berdua ke penjara! Pengawal: Siap tuan! Setelah itu, mereka merundingkan masa depan mereka. Pangeran: Kamu jangan takut lagi. Sekarang yang menyakitimu sudah pergi. Akhirnya pun mereka hidup dengan bahagia.