Senin, 05 Februari 2018

NASKAH DRAMA 3

“Hang Tuah” Disuatu pagi, Hang Mahmud menceritakan bahwa ia bermimpi bulan turun dari langit. Cahaya penuh di atas kepala Hang Tuah. Hang Mahmud pun terbangun dan mengangkat anaknya serta menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau seperti wangi-wangian. Siang harinya, Hang Mahmud pun menceritakan mimpinya kepada istri. Setelah mendengar hal itu, Dang Merdu langsung memandikan dan melulurkan anaknya. Dang Merdu: Kanda, kenapa Kanda bermuram durja? Ceritakanlah kepada Dinda masalah yang menimpa Kanda? Nampaknya ada hal yang mempengaruhi Kanda. Hang Mahmud: Dinda, tadi malam Kanda bermimpi bahwa bulan itu turun dari langit dan cahayanya penuh di atas kepala anak kita. Seperti bulan itu jatuh. Ya seperti bulan itu jatuh kepada anak kita, Hang Tuah. Setelah Kanda terbangun, Kanda mengangkat tubuh Hang Tuah dan terasa sangat wangi. Menurut Dinda pertanda apakah itu? Dinda: Apakah iu benar, Kanda? Kanda janganlah bingung dengan kejadian itu. Itu berarti anak kita Hang Tuah akan mendapatkan berkah dari yang Maha Kuasa. Nanti mari bantu Dinda memandikan dan meluluri anak kita? Hang Mahmud: Apakah tu benar, Dinda? Ya sudah nanti kita lakukan. Beberapa tahun kemudian, Hang Tuah tumbuh menjadi anak yang cerdas, tangkas, dan lihai bela diri. Dia memiliki sahabat yang bernama Hang Jebat yang sudah dia anggap sebagai saudara kandungnya sendiri. Di dermaga, mereka sedang menceritakan cita-cita mereka dan saling berbalas pantun. Hang Tuah: Jebat, suatu hari nanti kita pasti bisa menjadi dua orang panglima yang akan menguasai lautan ini. Hang Jebat: Aku harap begitu, Tuah Hang Tuah: Kita pergi ke Malaysia. Hendaklah singgah ke Kuala Lumpur. Jika kita kelak dewasa. Laut bergejolak kita yang ngatur. Hang Jebat: Jika sungguh di Kuala Lumpur. Belilah gadah yang berikat. Langit gemuruh alam pun hancur. Tiada kita Tuah dan Jebat. Hang Tuah: Jebat, kau harus setia bersamaku, kau tidak boleh mengkhianati. Tak kan Melayu hilang dari Bumi. Hang Jebat: Baiklah Tuah, aku akan selalu bersamamu. Setelah mereka bercakap-cakap di dermaga. Mereka pun ke pasar untuk melihat-lihat. Ternyata di pasar ada Sultan Mahmud, Datuk Bendahara, dan istri Sultan tengah berbelanja. Hang Tuah dan Hang Jebat pun menghampiri. Tetapi didului oleh Taming Sari dan perompak yang bermaksud ingin melukai Sultan. Istri Sultan: Aku ingin membeli perhiasan baru. Perhiasanku di rumah sudah usang. Bolehkah, Kanda? Datuk Bendahara: Maaf tuan putri, tetapi saya tidak membawa banyak uang Sultan Mahmud: Diam bendahara! Dinda, apapun akan ku berikan untukmu, Dinda. Apa yang kau mau, akan ku beri. Apa yang kau pinta, akan ku penuhi. Pilihlah sesuka hatimu. Istri Sultan: Terima kasih, Kanda. Taming Sari 1: Hai Sultan! Turunlah kau dari tahta itu! Kau sudah tidak pantas lagi di situ! Jika tidak, aku akan melukaimu. Taming Sari 2: Betul itu. Jika kau masih mau hidup, turuti perintah kami! Hang Tuah: Hei, jangan sekalipun kau melukai Raja kami! Taming Sari 1 & 2: Jangan halangi kami anak ingusan! Hang Jebat: Kalian ingin ada pertumpahan darah? Mari kita lakukan! Setelah kejadian itu, Hang Tuah dan Hang Jebat pun dipanggil ke Istana untuk diberi penghargaan, tetapi Hang Tuah dan Hang Jebat menolak dan tiba-tiba dua orang jahat itu kembali datang mengacau. Istri Sultan: Jadi orang kampung itu yang menyelamatkan kita? Tak pantas! Sultan Mahmud: Diam istriku! Dia adalah orang baik. Mereka telah menyelamatkan nyawaku. Jika tak ada mereka, mungkin sudah mati ditangan pengacau itu. Maafkan istriku. Hang Tuah: Apa Yang Mulia? Sultan Mahmud: Baiklah. Kau telah menyelamatkanku. Apapun yang kau inginkan akanku beri. Pergilah kau ke pasar dan belilah barang-barang yang kau butuhkan, akan ditemani Datuk Bendahara. Datuk Bendahara: Baik Yang Mulia. Kali ini aku membawa uang banyak. Belanjalah semaumu. Hang Tuah: Maaf Yang Mulia, tetapi saya melakukannya dengan ikhlas. Saya tidak mengharapkan apa pun. Hang Jebat: Kami lancang Yang Mulia Istri Sultan: Jangan munafik kalian berdua. Taming Sari 1: Urusan kita belum selesai! Taming Sari 2: Janganlah halangi niat kami lagi. Jika tidak, kami tidak akan segan-segan memancung kalian! Hang Tuah: Oh tidak bisa, jangan menyesal jika fakta itu membalik Hang Jebat: Itu benar! Taming Sari 1 & 2: Kami ini panglima perampok sejati Hang Tuah: Tidak takut kepadamu! Maka terjadilah perkelahian di dalam istana. Banyak orang yang mati tetapi Sultan kembali selamat. Taming Sari yang kebal oleh keris itu pun berhasil dibunuh oleh Hang Tuah dan Hang Tuah mendapatkan keris kebal itu. Tetapi malang bagi Hang Jebat. Dia tidak berhasil membunuh perompak. Perompak itu lebih lihai. Hang Tuah dan Hang Jebat pun diangkat menjadi panglima perang. Sultan Mahmud : Aku tidak bisa berkata-kata lagi, kalian adalah pelindung jiwaku. Aku angkat kalian jadi panglima. Hang Tuah : Aku akan mengundang jabatan ini dengan baik. Hang Jebat : Maaf yang Mulia, Aku tidak bisa menerima jabatan itu, lebih baik Hang Tuah saja yang menerimanya Hang Tuah : Baik yang Mulia, tapi kenapa kau Jebat? Hang Jebat : Aku tidak apa-apa Tuah, pergilah. Maka pergilah Hang Tuah ke Pahang dan bertemu Melor yang merupak selir Sultan. Hang Tuah menceritakan niatnya kepada Melor bahwa dia ingin mencari Tun Teja yang diperintahkan oleh Sultan. Tetapi Sultan melihatnya dan salah memahami. Hang Tuah :Melor, akhirnya kita bertemu disini. Kedatanganku disini untuk mencari Tun Teja. Apakah kau tahu dimana dia? kaukan sudah lama di Pahang ini? Melor : Benar Tuah. Dulu aku sering berjumpa dengannya, tetapi aku sekarang sudah jarang melihatnya. Mungkin dia sekarang berada di kampung Durian Runtuh. Hang Tuah : Baiklah. Terima kasih Melor. Aku akan kesana. Sultan Mahmud : Hangtuah!! Aku perintahkan kau kesini untuk mencari Tun Teja!! Bukan menyelingkuhi istriku!! Sekarang kau kutangkap dan kuhukum untuk dipancung ! Melor : Tenang kanda. Itu semua tidak benar. Tuah hanya bertanya kepadaku mengenai Tun Teja. Hang Tuah : Benar yang Mulia. Sultan Mhmud : Aku sudah tidak percaya kepada kalian berdua. Datuk, tangkap Hang Tuah!! Datuk Bendahara : Yang Mulia, Aku telah membunuh Hang Tuah itu. Sultan Mahmud : Baiklah kalau begitu, gajimu akan kunaikkan. Hang Jebat : Kau Sultan yang dzalim! Aku telah mengetahui kebusukanmu. Mana sahabatku? Mana sahabatku Tuah? Kau kemanakan dia? Bedebah ! Sultan Mahmud: Hang Tuah telahku bunuh. Datuk Bendahara: Ayo ikut aku Yang Mulia .. Di sini kau akan aman. Sultan Mahmud: Datuk Bendahara tolong aku! Datuk Bendahara: Maaf Yang Mulia. Sebenarnya aku tidak membunuh Hang Tuah, tetapi aku menyembunyikannya disuatu tempat karena aku tahu dia tidak bersalah. Datuk Bendahara: Tuan ... Tuan.. ini aku. Aku bersama Sultan Hang Tuah: Baiklah, Datuk. Sultan Mahmud: Maafkan aku telah menuduhmu. Di istana, sahabatmu jebat sudah mengamuk. Masalah aku membunuhmu. Ku harap kau bisa menangkapnya! Hang Tuah pun pergi ke istana dan berbicara kepada Hang Jebat, tetapi Hang Jebat sudah kalap mata. Ia sudah seperti dirasuki iblis. Hang Jebat malah menyerang Hang Tuah, tetapi malang bagi Hang Jebat. Dia mati ditangan Hang Tuah sahabatnya sendiri. Hang Tuah: Berhentilah! Kau telah membuat orang mati! Lebih baik kau berhenti! Hang Jebat: Maaf. Aku tidak mengenalmu! Hang Tuah: Jebat, ini aku Tuah sahabatmu. Hang Jebat: Apa? Kau ingin menjadi sahabatku Tuah yang dibunuh Sultan dzalim itu? Hang Tuah: Tidak Jebat, aku tidak dibunuh. Aku hanya diasingkan ke tempat yang terpencil. Hang Jebat: Ah sudahlah! Aku tidak ingin mendengar semua kebohonganmu! Hang Jebat: Ternyata kau memang Hang Tuah ... sahabat karibku ... sahabat terbaikku Hang Tuah: Hang Jebaaaat .... Mereka pun berpisah. Hang Jebat mati dan Hang Tuah kembali diangkat sebagai panglima. Hang Tuah kembali diberi tugas untuk mengawal Sultan dan pada saat mengawal, Hang Tuah diserang perampok yang pernah dijumpainya. Perampok: Sudah lama tidak bertemu, Tuah. Kini kau sudah kehilangan sahabatmu dan kau pasti sudah kehilangan separuh jiwamu. Kini aku kembali datang untuk membalas dendam panglima! Perampok: Maafkan aku Hang Tuah, sekarang tidak ada yang bisa menghalangiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar